Info Terpenting – Pengamat dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, mengkritik kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap 16 perusahaan BUMN. Terutama perusahaan yang mengalami terus mengalami kerugian atau memiliki kinerja yang rendah. Menurutnya, PMN seharusnya merupakan investasi pemerintah yang dimasukkan ke dalam perusahaan sebagai kekayaan negara yang terpisah. “Investasi dalam perusahaan yang mengalami kerugian atau kinerja yang buruk seharusnya dipertanyakan, apakah sesuai dengan tujuan PMN tersebut. Sulit dipahami, jika BUMN yang mengalami kerugian dan tidak memenuhi tugas pemerintah malah mendapatkan PMN,” ujarnya kepada Tempo pada Jumat, 12 Juli 2024.
Herry juga menyayangkan adanya perusahaan seperti Waskita Karya yang meskipun mengalami kerugian pada tahun 2021, tetap memberikan tantiem atau bonus kinerja kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Pada tahun yang sama, menurutnya, Waskita Karya menerima PMN sebesar Rp 7,9 triliun berdasarkan PP Nomor 116/2021. “Ada kemungkinan PMN justru digunakan untuk memberikan bonus kepada manajemen perusahaan. Ini sangat ironis. BUMN merugi, tetapi memberikan bonus, bahkan menerima suntikan modal dari pemerintah,” tambahnya.
Selain itu, Herry juga mengkritisi banyaknya BUMN dengan lini bisnis serupa yang sedang diupayakan pemerintah untuk diselesaikan melalui konsolidasi, seperti pembentukan holding. Namun, menurutnya, persoalan yang lebih mendasar adalah tidak semua sektor bisnis seharusnya dikelola oleh BUMN. “Cukup yang strategis saja seperti energi, pangan, dan infrastruktur. Sebagai contoh, sektor pariwisata tidak strategis untuk diurus oleh BUMN,” katanya.
Herry juga menyoroti perlunya kritik terhadap konsolidasi BUMN yang mengalami kerugian, seperti kasus holding asuransi Indonesia Financial Group (IFG) yang sebelumnya dikenal sebagai PT Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Sejak menjadi holding pada tahun 2022, IFG secara rutin menerima PMN triliunan rupiah setiap tahunnya, menurut Herry. “Ini menjadi beban bagi negara. Apakah pemerintah perlu memiliki perusahaan asuransi? Seharusnya tidak. Bank BUMN yang sudah ada lebih strategis dalam mendukung perekonomian nasional,” ujarnya.
Menurut Herry, audit khusus terhadap penggunaan PMN yang telah diberikan kepada BUMN juga jarang terdengar hasilnya oleh publik. Ia menegaskan bahwa PMN seharusnya tidak digunakan untuk memberikan fasilitas termasuk pembayaran bonus kepada manajemen meskipun perusahaan merugi. “BUMN yang tidak strategis sebaiknya dibubarkan saja. Biarkan sektor swasta yang berkembang. Tidak perlu BUMN menguasai semua sektor usaha,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus, menekankan pentingnya pemerintah untuk menelusuri akar masalah di balik kondisi perusahaan BUMN yang mengalami kerugian. Menurutnya, PMN harus sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan bisnis, tanpa ada campur tangan politik. terutama saat diberikan menjelang berakhirnya masa pemerintahan dan DPR. “Pemerintah harus mencari penyebab masalah di perusahaan yang merugi atau tidak berkembang, sebelum memberikan PMN,” ujarnya.
Achmad Yunus juga mengusulkan agar pemerintah menyederhanakan struktur BUMN tidak hanya dari segi jumlah perusahaan, tetapi juga proses bisnis dan manajemen, untuk meningkatkan efisiensi. Dia mengamati bahwa biaya produksi BUMN saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan swasta.
Dia juga mengomentari tentang persaingan antara BUMN dalam sektor industri yang sama, di mana kadang-kadang lebih dari satu BUMN beroperasi. Sementara upaya penggabungan juga menghadapi tantangan seperti nilai korporat yang berbeda dan standar kesejahteraan karyawan yang tidak seragam. “Ini menciptakan kesenjangan yang signifikan,” tambahnya.
“Baca Juga: Mengintip Inovasi Transportasi Kereta Tanpa Rel dari China Menuju IKN”
Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menjelaskan bahwa PMN yang disalurkan kali ini didanai pertama kali dari dividen BUMN, bukan dari utang negara. “Ini adalah kali pertama Kementerian BUMN mendorong PMN tanpa bergantung pada utang negara. Karena dividen yang diterima lebih besar dari PMN yang diberikan,” katanya dalam kesempatan bertemu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu malam, 10 Juli 2024.
Selama periode 2020–2024, total dividen yang disetor oleh BUMN ke negara mencapai Rp 279,8 triliun. Sementara PMN yang disuntikkan sebesar Rp 217,9 triliun. Dengan selisih sebesar Rp 61,9 triliun ini, Erick menegaskan bahwa hal ini memberikan kepastian untuk memperkuat dan mentransformasi peran BUMN sebagai benteng ekonomi nasional.
Arya Sinulingga, Staf Khusus Erick Thohir, juga menyuarakan pandangannya terhadap PMN senilai total Rp 44,24 triliun yang diberikan kepada 16 perusahaan BUMN. Menurutnya, PMN merupakan tugas yang diberikan kepada BUMN untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. “Seringkali, dalam bisnis, kebijakan-kebijakan ini tidak menghasilkan nilai ekonomis yang signifikan pada tahap awal, sehingga dikerjakan oleh BUMN,” ujarnya. Contohnya adalah pembangunan jalan tol yang pada tahap awal tidak menguntungkan secara ekonomis karena pasar belum ada. Tetapi memerlukan pendanaan yang dapat diberikan oleh pemerintah melalui PMN.
“Simak Juga: Lonjakan Investor Kripto Indonesia Tembus 20,16 Juta di 2024”