Lintas Info Terpenting – Menurut catatan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sekitar 8,2 juta rumah tangga di Indonesia masih mengandalkan kayu bakar sebagai sumber energi untuk memasak. Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki Indra. Ia menyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan adanya ketimpangan dalam akses energi di kalangan rumah tangga miskin. Meskipun ada penurunan tren penggunaan kayu bakar seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, kayu bakar masih menjadi pilihan utama karena kemudahannya diakses.
Maliki menambahkan bahwa tanpa adanya penyediaan akses energi bersih dari pemerintah, jumlah rumah tangga yang menggunakan kayu bakar diperkirakan tidak akan berkurang. Saat ini, masih ada sekitar 1 juta jiwa yang belum merasakan manfaat listrik secara optimal. “Penggunaan kayu bakar masih banyak, terutama di kalangan masyarakat termiskin. Sekitar 50 persen dari kelompok masyarakat tersebut, yang setara dengan 8 juta rumah tangga, masih menggunakan kayu bakar.” Ungkap Maliki saat penandatanganan kerja sama antara Bappenas dan WRI Indonesia di Jakarta pada 6 Agustus 2024.
Data Bappenas menunjukkan bahwa penggunaan kayu bakar paling dominan di keluarga kategori desil I, dengan persentase mencapai 26,61 persen atau 2.181.568 rumah tangga. Provinsi dengan penggunaan kayu bakar terbanyak adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
Transisi energi berkeadilan, yang menjadi salah satu target dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, akan memprioritaskan kelompok masyarakat miskin. “Meski jumlahnya minoritas, masalah ini harus diselesaikan dalam konteks transisi berkeadilan,” tegas Maliki.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Maxensius Tri Sambodo, mengkritik kegagalan pemerintah dalam mencapai target elektrifikasi 100 persen pada 2020. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hanya DKI Jakarta dan Bali yang telah mencapai rasio elektrifikasi 100 persen, sementara secara nasional, rasio rumah tangga yang terakses listrik mencapai 99,78 persen.
Sambodo berpendapat bahwa ketidak tercapainya target ini disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam menangkap kompleksitas masalah terkait pemenuhan energi listrik dan energi bersih untuk memasak. “Kemiskinan energi ganda masih terjadi karena banyak penduduk tidak memiliki akses yang memadai untuk energi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, kondisi ekonomi yang lemah, dan lokasi terpencil”.
Sejak 2017, pemerintah telah menyalurkan panel surya atau Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) ke daerah terpencil. Namun, kebijakan ini dinilai belum optimal karena alat yang disalurkan belum memenuhi standar Badan Energi Dunia. Rata-rata konsumsi listrik per keluarga pengguna LTSHE baru mencapai 389 kWh per tahun, jauh di bawah standar 1.250 kWh per rumah tangga.
Sambodo juga mencatat bahwa pada tahun 2018, hampir 30 persen desa di seluruh Indonesia, atau lebih dari 25.000 desa, masih menggunakan kayu bakar. Hingga kini, desa-desa ini belum memiliki akses energi bersih seperti listrik, gas, atau biogas.
Simak Juga : Impor LPG RI Makin Menggunung Tembus 6 Juta Ton